Menguatkan Hati Nurani
foto. Google.com
“Mulai dari
satu, mulai dari dirimu”. Kalimat sederhana, namun penuh makna. Kata hati
adalah kekuatan yang dipercayakan oleh Allah kepada manusia untuk menunjukkan
jalan yang benar kepada mereka. Kata hati mengingatkan manusia akan setan yang
ada di dalam jiwa mereka dan segala macam sikap serta tingkah laku yang tidak
sesuai dengan Al-Qur`an. Kata hati mengilhami seseorang cara untuk menyenangkan
Allah dan berbuat sesuai dengan ajaran Al-Qur`an. Apa pun kondisinya, seseorang
yang mendengarkan suara hatinya akan dapat mencapai keikhlasan. Keikhlasan
berarti kemampuan untuk memakai hati nurani seseorang seefektif mungkin. Ini
juga berarti seseorang tidak boleh mengabaikan kata hatinya, bahkan di bawah
pertentangan pengaruh luar atau nafsu rendahnya.
Karena
alasan inilah, seseorang yang berharap untuk mendapatkan keikhlasan,
pertama-tama ia harus menentukan apakah ia memakai hati nuraninya dengan baik
atau tidak. Jika ia menekan kata hatinya terus-menerus, tidak mendengarkan
suaranya, dan secara sengaja menuruti nafsu rendahnya, ia tidak memakai hati
nuraninya sesuai dengan Al-Qur`an. Yang lebih penting lagi, seperti yang
disebutkan di dalam Al-Qur`an, "Bahkan manusia itu menjadi saksi atas
dirinya sendiri, meskipun ia mengemukakan alasan-alasannya," (al-Qiyaamah
[75]: 14-15) setiap manusia secara naluri mengetahui bahwa bisikan yang
terdengar di telinganya adalah suara hati nuraninya dan juga alasan-alasan yang
ia ajukan untuk mengabaikan suara tersebut.
Hati nurani adalah berkah dan karunia bagi
kemanusiaan. Sebagaimana diungkapkan oleh Badiuzzaman Said Nursi, "Bahkan,
jika pikiran terlena dan menolak hal itu, hati nurani tidak akan pernah
melupakan Penciptanya. Bahkan, jika ia menafikan kesadarannya, hati nurani
melihat-Nya, memikirkan-Nya, dan berjalan menuju Dia," atau
"... Sang Pencipta yang memiliki dua jendela dalam setiap hati nurani akan
menyebabkan kecerdasan-Nya selalu dimanifestasikan dalam hati manusia."
Hati nurani tidak pernah berada dalam ketidaksadaran, bahkan sewaktu orang
tersebut tidak sadar.
Hati nurani
seseorang selalu tulus dan jujur, dan tidak pernah menuruti setan, bahkan bila
orang tersebut mengikuti setan sekalipun. Singkatnya, seseorang secara
disengaja ataupun tidak dapat melakukan kesalahan, tetapi hati nuraninya tidak
pernah tersesat dari jalan yang lurus dan tidak pernah melakukan kesalahan.
Bagaimanapun
juga, kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya bisa saja
berkurang. Jika seseorang tidak memperhatikan suara hati nurani yang
mengajaknya kepada jalan yang lurus dan ia terbiasa menekan suara itu, ia akan
melemahkan pengaruh kata hatinya dan akan menyebabkan kemampuannya untuk
mendengarkan kata hati itu menjadi tumpul. Meskipun kata hatinya memperingatkan
akan seseorang dan mengajaknya untuk melakukan kebenaran, ia tidak lagi akan
terpengaruh oleh kata hatinya.
Orang yang demikian tidak lagi merasakan
kepedihan hati nuraninya saat ia menghancurkan hukum-hukum Al-Qur`an. Ia bisa
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan keridhaan Allah dan mengikuti setan.
Ia melakukan perbuatan yang tidak diperbolehkan Al-Qur`an tanpa perhatian
sedikit pun. Sebagai contoh, selama masa perang, banyak orang merasakan
ketidaknyamanan dan kesulitan yang luar biasa saat mereka melihat perempuan dan
anak-anak tak berdaya mati begitu saja. Mereka ingin berbuat sesuatu untuk
menolong mereka. Akan tetapi, hari-hari selanjutnya, mereka membaca
artikel-artikel yang sama dan melihat pemandangan yang demikian lagi di surah
kabar.
Hal ini
cenderung menumpulkan hati nurani mereka. Sejak dari itu, berita kematian atau
kekejaman tidak lagi memengaruhinya. Ia tidak lagi merasa khawatir dan tidak
lagi memperhatikan tanggung jawab apa pun. Perubahan ini jelas menandai
tumpulnya hati nuraninya. Meski dalam beberapa hal, ia mungkin saja
membicarakan keikhlasan yang murni.
Untuk
mendapatkan keikhlasan, yang pertama dan paling utama, seseorang harus
memastikan bahwa ia peka terhadap hati nuraninya, sebagaimana yang dituntun
oleh Al-Qur`an. Ini hanya mungkin dapat dilakukan melalui rasa takut kepada
Allah yang terus ditingkatkan. Seseorang harus menyadari sedalam mungkin bahwa
Allah mendengar dan melihatnya, di mana pun dan kapan pun. Ia terus menjaga
perbuatannya; dan suatu hari, ia akan mengingat-ingat dan memperhitungkan
perbuatan itu. Ia harus berusaha untuk memahami dengan jelas bahwa kematian
mungkin datang padanya dalam hitungan waktu.
Selanjutnya,
ia melihat dirinya menghitung amalannya di hadapan Allah. Ia mungkin dihadapkan
pada pedihya siksa neraka jika ia gagal meningkatkan tingkat akhlaqnya yang
ditunjukkan oleh Allah dan gagal menggunakan hati nuraninya dengan
sebaik-baiknya. Jika ia berhasil membuat hal-hal penting yang diperintahkan
Al-Qur`an ini merasuk ke dalam hatinya, ketumpulan hati nuraninya akan
digantikan dengan kepekaan yang penuh kehati-hatian. Hal ini karena kepekaan
bisa saja membuatnya berlaku ikhlas dengan mendengarkan suara hati nuraninya,
bagaimanapun kondisinya.
Semoga catatan kecil ini bisa menginspirasi kita semua.
Salam
Komentar