Kesabaran Tanpa Batas



 Menulis dan menyelesaikan buku yang sudah lama tertunda,  adalah aktifitas saya beberapa hari ini, meski sambil berbaring sementara waktu karena sakit. Dengan menulis seakan akan saya seperti lupa bahwa saya sedang tergolek lemah di rumah sakit. Luar biasa banyak hikmah yang saya dapat. Memang benar, segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini, tentu ada maksud baik dibaliknya.

Menulis di sela sela waktu istirahat kerja pun menjadi bagian yang mengasyikkan bagi saya. Setidaknya, saya bisa memotret perjalanan hidup, minimal suatu ketika, buku tersebut bisa saya wariskan kepada anak anak saya agar tidak keliru dalam memahami hidup. 

Di tengah keasyikan saya menulis, tiba tiba saya dikejutkan oleh pemberitaan salah satu stasiun televisi, dimana seorang wanita tega menculik bayi hanya karena sudah lama menikah belum juga dikaruniai anak. Kerinduan untuk meminang bayi, harus dilampiaskan dengan cara yang keliru. Namun, di sisi lain ada pula seorang ibu yang tega membunuh anak anaknya karena faktor ekonomi. Tekanan hidup yang sedemikian berat, tanpa disadari telah menyeretnya menjadi seorang pembunuh. Kedua peristiwa tersebut adalah potret, betapa masyarakat kita saat ini sedang mengalami frustrasi sosial. Kelelahan psikologis seperti ini bisa menyebabkan seseorang melakukan tindakan membabi buta, tanpa ia tahu dan menyadarinya.

Iman dan Kesabaran, sebenarnya kunci dari setiap permasalahan permasalahan hidup. Iman dan kesabaran adalah rem agar kita tidak semakin tergelincir.  Bila rem kita blong, iblis akan bersorak sorai, dan iblis akan terus merangkaki setiap dimensi kehidupan manusia yaitu dulu, kini dan esok. Kesabaran bisa dilatih dari hal hal terkecil dalam kehidupan sehari hari....

Bicara kesabaran, saya teringat suatu kisah beberapa tahun lalu. Suatu hari, saat itu liburan panjang, seorang lelaki tua berusia sekitar 60 an tahun, hendak pergi dari Bandung ke Jakarta, dengan menumpang bus. Dia ingin menengok cucu kesayangannya yang berdomisili di Jakarta.

Dengan wajah tenang dan bersemangat, ia menaiki bus tersebut, lalu bus itu melaju dengan begitu cepat dan ugal ugalan. Sebelum sampai puncak, sang sopir menghentikan busnya dan mengajak seluruh penumpang beristirahat makan siang di salah satu rumah makan.

Satu persatu penumpang turun dan beristirahat makan siang, namun lelaki tua itu tak masuk ke rumah makan, tapi justru mengambil air wudlu lalu solat di musholla kecil yang ada di samping rumah makan. Ia solat begitu khusuknya, bahkan dzikirnyapun agak panjang. Selesai berdzikir lalu ia berdoa. Usai berdoa kemudian ia menuju ke tempat dimana bus berhenti di halaman restoran.

Alangkah kaget dan kecewanya laki laki itu ketika dilihat bus yang ditumpangi sudah tidak ada. Rupanya bus tersebut telah meninggalkannya, wajah geram menyiratkan amarah tampak pada laki laki itu. Lantas laki laki tua itu bertanya kepada Satpam ,”  Hai Satpam mengapa engkau tidak memberi tahu aku ketika bus hendak berangkat?”

“ Bagaimana saya memberi tahu Bapak, sementara saya melihat bapak begitu khusuknya berdzikir di musholla ?” jawab Satpam.
Tak puas dengan jawaban itu, laki laki tua itupun bertanya kepada tukang warung rokok.
“Pak, anda tahu tidak kapan bus tadi berangkat ?”
Tukang rokokpun menjawab ,” Maaf Pak, saya tidak melihatnya kapan bus itu berangkat “.

Lelaki tua itu tampak semakin geram dan berkacak pinggang. Pipi dan matanya merah menahan kemarahan. Lalu ia bertanya kepada salah seorang pegawai restoran sambil membentak bentak ,” Kamu mengapa tidak memberi tahu saya, saya ingin segera menengok cucu saya di Jakarta, kalau begini caranya bisa repot ini urusannya “.

Pelayan restoran dengan ringan menjawab, “ Pak, tidak usah terlalu gelisah, apa tidak sebaiknya Bapak minum kopi dulu dan menikmatinya, sambil menunggu bus yang lain datang, di sini hampir setiap setengah jam sekali ada bus berlalu lalang, Bandung Jakarta “.

Rupanya meski masih marah, telinga laki laki tua itu masih mendengar saran dari pelayan restoran. Dengan sedikit malu malu, iapun segera pesan secangkir kopi. Dia mencoba menikmatinya setiap tegukan demi tegukan, meski kelihatan agak gelisah.

Sebagaimana orang lain, orang tua itupun apabila sedang marah menganggap orang lain salah semua. Pikirannya menjadi butek, dan bete, serta tidak obyektif lagi dalam melihat setiap persoalan. Jika saja dia tidak diingatkan pelayan itu, mungkin laki laki itu masih uring uringan dan misuh misuh.

Tak lama kemudian ada bus yang baru datang dari bandung. Bapak tua itu pun segera menaiki bus itu, dan bus itupun segera melaju untuk menuju jakarta.

Baru beberapa kilometer bus berjalan, dia menyaksikan bus yang terjungkir balik dan menyangkut di pepohonan teh. Beberapa orang tampak meninggal dunia dan tak sedikit yang terluka parah. Jerit tangis kesakitan terlihat menyayat nyayat.

Rupanya laki laki tua itu mengenal persis bahwa bus yang terjungkir adalah bus yang semula ia tumpangi. Ia pun tertegun melihat peristiwa naas itu. Sama sekali tidak mengira bahwa bus yang meninggalkannya di rumah makan itu mengalami kecelakaan parah.

Semestinya jika laki laki itu konsisten dengan sikapnya yang marah-marah ketika baru saja ditinggalkan bus yang naas tadi, ia akan berkata begini “ Hai para penumpang !............ mestinya kalian ngajak ngajak saya kalau mau celaka semacam ini “.

Namun ternyata yang diucapkan jauh 180 derajad, dmana ia begitu marah ketika dikecewakan oleh bus yang naas tadi. Tetapi begitu menyaksikan tragedi yang menimpa sebagian penumpang malah ia berbalik ucapannya, lidah dan bibirnya yang semula digunakan untuk marah marah berbalik menjadi ucapan ucapan yang indah, dan membasahi bibirnya dengan ucapan kalimat hamdalah.

“Alhamdulillah...Alhamdulillah...Alhamdulillah.....Alhamdulillaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhh, untung saya tidak ikut, coba kalau saya masih bersama bus tadi pasti saya akan menderita bahkan mungkin meninggal seperti mereka “.

Semoga ilustrasi di atas bisa menjadi pembelajaran bagi kita, bahwa kesabaran yang disertai iman, kita akan tertuntun dan akan dilindungi oleh Allah SWT, dengan kabaikan kebaikan dan keberkahan.

Salam.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renungan

Renungan: SELEMBAR SARUNG LUSUH

Hidup Itu Seperti Menari