Renungan: SELEMBAR SARUNG LUSUH
“Nak,
bawalah selalu sarung ini. Ini sarung peninggalan kakekmu. Dengan sarung ini
pula, carilah dirimu sendiri juga masa depanmu. Ibu tidak bisa memberi bekal
apapun, selain nasehat “wong kang teteg, tekun mesti bakal tekan,” demikian
pesan Ibu saya tiga puluh tahun silam, ketika saya hendak berangkat merantau ke
Jakarta. Pesan ibu, yang belakangan baru saya ketahui makna dan maksudnya
tiba-tiba hadir menari-nari dalam benak ingatan saya.
Selembar sarung tua. Pada awalnya saya protes kepada ibu
saya, kenapa ibu tega hanya membekali sarung, bukan uang yang cukup untuk bekal
saya sementara waktu di perantauan, apalagi kota sebesar Jakarta, yang menurut
pendapat orang hidup di Jakarta seperti hidup di hutan rimba, kita akan mudah
diterkam kalau tidak memiliki bekal yang cukup.
Saya masih terlalu polos saat itu, tidak mampu memaknai
pesan-pesan filosofis yang terkandung dibaliknya. Seiring waktu perjalanan
hidup saya pun bergulir, saya harus berjuang keras untuk memartabatkan hidup di
kota metropolitan, Jakarta. Bekerja keras tak kenal lelah hanya demi
mengumpulkan lembaran rupiah. Dan saya pun menjadi egois karena ‘terjerembab’
dalam perjuangan itu sendiri dan urusan ibadah tak lagi serajin ketika saya
masih di kampung. Dan perjalanan perjuangan itupun pada akhirnya justru membuat
saya ‘lelah’, saya seperti ‘lapar’ dan berdiri di persimpangan jalan.
Dan, di saat saya ‘lelah’ dan ‘lapar’ saya kembali teringat
akan sarung tua dan nasehat ibu saya “wong teteg, tekun, mesti bakal tekan”.
Saya mencoba mengurai kembali makna pitutur tersebut. Proses perenungan
berhari-hari yang akhirnya menyadarkan saya kembali, betapa saya selama ini lupa ibadah. Saya
tersadar, saya telah memaknai perjuangan dengan cara yang keliru. Dan, ternyata
ibu saya memberi sarung lusuh peninggalan kakek agar saya selalu ingat ibadah,
ingat solat, apapun kesibukan. Ibu saya memberi petuah hidup dengan simbol
simbol tanpa menggurui.
Dan, waktu pun terus bergulir, saya menapaki karir saya dari
yang paling bawah hingga posisi strategis dalam perusahaan pun berhasil saya
raih. Benar kata ibu, wong teteg, tekun, mesti bakal tekan. Artinya dengan
kesungguhan tanpa berputus asa dalam menghadapi tantangan, dan tekun pasti akan
tercapai cita-cita...
Komentar